“Dunia ini ibarat bayangan. Kejar dia, maka sungguh kau tak akan
bisa menangkapnya. Balikkan badanmu darinya, maka tidak ada pilihan baginya
kecuali mengikutimu.”
Seuntai kisah
dari sepotong balasan chat seorang teman inilah yang membuat saya merasa gatal
untuk memaparkannya dalam susunan parafrase.
Saat itu kondisi dan keadaan menyelimuti dan menghantui saya untuk bergerak dan
beraktivitas all out the box. Melihat story instagram teman teman lama saya
yang jauh lebih hebat dimana tak ada satupun darinya yang menduduki bangku
perkuliahan di universitas swasta, tidak seperti saya. Kemudian melihat
teman2 lama yang hebat dengan karya karyanya yang bergelimang, dan melihat
mereka dengan segudang prestasinya membuat saya terobsesi untuk menjadi seperti
mereka. Di lain sisi, dorongan orang tua dan kakak saya yang selama ini mati2an
membiayai biaya kuliah yang superduper eksklusif, dan sangat memprihatinkan
masa depan saya yang sampai saat ini belum terlukiskan bahkan belum tampak
sedikitpun bayangnya. Semua tampak semu, tak terarah. Namun hal ini mengalir
deras di pikiran untuk menggugah saya melakukan sesuatu yang dapat membuatnya
bangga terhadap saya nantinya.
Seketika saya merenung sembari
membuka telfon genggam dan saya sentuh gambar catatan yg tertera pada layar
handphone. Satu persatu planning, impian, harapan, dan cita saya luapkan dan
tuliskan. Saya harus ini, itu, dan ini itu lainnya.
Ditengah keasyikkan saya menulis
planning, muncullah notif wa di layar hp saya.
"Siapa sih ini,"
batin saya kesal merasa terganggu dengannya.
Ternyata pesan
itu dari teman dekat saya. Ya ia merupakan salah seorang teman istimewa saya
yang selalu menuai nilai kehidupan di setiap sudut kehidupan saya. Seperti
biasa ia memulai dengan sapaan. Lalu dengan isengnya saya mengirim suatu
kutipan versi saya yang bertuliskan "Everthing you do now is for your
future". Maklum, saat itu saya sedang menggebu-gebu untuk meraih planning2
saya sehingga virus itu tertularkan melalui kata2 sok bijak versi saya.
Bersamaan dengan foto yang saya kirim, saya menanyakan suatu hal kepadanya,
"Liburan proker ngapain ?"
Seketika ia menjawab dengan
jawaban singkat,
"Ibadah ," jawabnya .
"Selain itu?" balas saya sedikit kesal, karena
jawaban yang saya inginkan saat itu adalah kegiatan2 yang menurut saya mampu
meningkatkan kualitas diri kita atau berkarya.
Namun dengan kekeh ia menjawab,
"Nggak ada selain itu. Hidup untuk ibadah "
Balasan
terakhirnyapun mampu menyayat hati dan menggertak pola pikir saya seketika yang
selama ini termakan oleh perkara dunia. Pesan singkat itu mengingatkan saya
pada kelalaian duniawi, saya yang terlalu berambisi untuk menjadi ini itu
sehingga terlalaikan pada hakikat diciptakannya manusia di muka bumi ini yaitu
untuk ibadah, ibadah, dan ibadah. Saya seharusnya khawatir nan risau
mempersoalkan perkara kualitas ibadah saya selama ini, di level manakah
kedekatan hamba denganNya, dan segala hal tentangNya bukan malah berlomba-lomba
memikirkan kesibukan yang dapat menjamin kesuksesan masa depan di dunia yg
hanya akan menjadi cerita bukan akhirat yang sudah jelas nyata.
"Wa
maa kholaqtul jinna wal insa illa liya'buduuuna : Tidak aku ciptakan jin dan
manusia kecuali untuk ibadah" (Adz-dzariyat:56)
Darisinilah saya
sadar, bahwa orang hebat bukan siapa yang paling terkenal, paling kaya, paling
pintar diantara ribuan manusia di muka bumi ini melainkan siapa yang paling
dekat dan taat pada Allah SWT yang berhak menjadi orang hebat di sisi Allah SWT.
Kisah ini mengingatkan saya pula
pada cerita Uwais Al Qarni seorang yang sangat taat pada ibunya dan taat
beribadah, tak ada satupun makhluk bumi yang mengenalnya namun namanya harum di
seluruh penghuni langit.
“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan kami
tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki di dunia kami
berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu
bahagia pun di dunia.” (QS. Asy-Syura: 20)
“Barangsiapa yang niatnya adalah untuk memperolehi akhirat, maka Allah akan memberikan kecukupan dalam hatinya, Dia akan menyatukan keinginannya yang tercerai berai, dunia pun akan dia peroleh dan tunduk hina padanya. Barangsiapa yang niatnya adalah untuk memperolehi dunia, maka Allah akan menjadikan dia tidak pernah merasa cukup, akan mencerai beraikan keinginannya, dunia pun tidak dia peroleh kecuali yang telah ditetapkan baginya.”
Komentar
Posting Komentar